Kali ini, saya akan menuliskan beberapa mitos berkaitan dengan Erasmus Mundus. Umumnya, akibat mitos-mitos yang beredar ini, ada orang yang sudah berniat mendaftar kemudian membatalkan niatannya, padahal selama tidak tertulis dengan resmi di website program yang bersangkutan (atau program guide yang diberikan oleh EACEA), maka hal itu tidak bisa dibuktikan kebenarannya.
Berikut beberapa mitos seputar Erasmus Mundus, saya mengurut dari yang kemunculan “berita”-nya (menurut saya pribadi) paling tinggi ke yang paling rendah.
Mitos Pertama: Hanya mereka yang ber-IP tinggi (di Indonesia: tidak kurang dari 3.5) yang bisa diterima
Ini jelas mitos, karena kenyataan sudah membuktikan bahwa mitos ini salah. Pertanyaan lanjutan yang biasa diberikan, “Kalau begitu, apa IP sama sekali tidak berpengaruh?” Pendapat saya pribadi, IP (atau dalam bahasa internasionalnya, GPA) masih berpengaruh, karena beasiswa berkaitan erat dengan bidang akademis. Akan tetapi, ada banyak hal lain yang bisa diperlihatkan selain IP, seperti motivasi, publikasi, dan sebagainya.
Mitos Kedua: Hanya mereka yang berasal dari universitas top (contoh di Indonesia, ITB, UGM, UI) yang bisa diterima
Sekali lagi, ini tidak benar. Permasalahannya adalah para calon pendaftar tidak tahu data, atau kalaupun tahu data, hanya tahu bahwa yang diterima adalah teman-temannya yang kuliah di universitas-universitas tersebut saja. Kenyataannya, cukup banyak mahasiswa dari universitas lain yang mendapat beasiswa Erasmus Mundus ini. Tidak bisa dibantahkan bahwa persentase tiga universitas tersebut selalu cukup tinggi dari total mahasiswa Indonesia yang mendapat beasiswa ini (bisa dibilang, selalu lebih dari 50%), akan tetapi sekali lagi, kita tidak tahu data lengkapnya. Berapa persentase mahasiswa Indonesia yang mendaftar beasiswa EM yang berasal dari tiga universitas tersebut? Saya cukup yakin bahwa angkanya pun akan cukup tinggi (tanpa data dan bukti juga)
Mitos Ketiga: Adanya batas usia maksimal untuk mendaftar
Untuk yang ini, orang melihat dari fakta. Akan tetapi, persis seperti mitos kedua, berapa banyak orang yang berusia, katakanlah, di atas 30 tahun yang mendaftar beasiswa EM (S2) dibanding mereka yang berada di bawah usia tersebut. Sepertinya kurang dari 5%. Pada kenyataannya, saya memiliki beberapa kenalan yang sudah berusia lebih dari 30 tahun yang mendapat beasiswa ini.
Mitos Keempat: Harus menguasai bahasa lokal
90% program EM menggunakan 100% bahasa Inggris dalam pengajarannya. Nah, yang 10% ini ada kemungkinan kebijakan menggunakan bahasa lokal (umumnya di Prancis atau Spanyol). Program itu sendiri (yang 10% ini) mempunyai cara yang berbeda-beda untuk kebijakan tersebut, ada yang “setiap mahasiswa harus menguasai bahasa XYZ, selain bahasa Inggris”, atau “setiap mahasiswa yang ingin mobilisasinya ke negara ABC harus bisa bahasa ABC”. Tetap, yang terutama adalah bahasa Inggris, akan tetapi penguasaan bahasa lokal akan menjadi nilai tambah (setidaknya untuk diri kita sendiri).
Mitos Kelima: Adanya ikatan kerja setelah lulus
Beasiswa yang diberikan oleh uni eropa lewat EACEA ini sepenuhnya adalah hibah. Jadi sama sekali tidak ada ikatan kerja setelahnya, atau ikatan apapun.
Mitos Keenam: Ada jatah tertentu untuk pegawai negeri
Ini mitos paling konyol, bahkan saya sendiri cukup yakin bahwa pemerintah Indonesia (very very underestimated, sorry) baru mengetahui adanya beasiswa ini ketika diundang oleh delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam untuk acara persiapan mahasiswa yang akan berangkat dengan beasiswa Erasmus Mundus ini.
Sekian daftar mitos ini, silahkan jika ada yang mau menanggapi atau menambahkan. Sekali lagi, jangan percaya kata orang, sebelum tertulis demikian (tertulisnya di situs resmi).
berarti pada kenyataannya, cukup banyak juga alumni2 EM yg dari kalangan PNS y? ga ada halangan bagi PNS u/ mendftar kn? selama si PNS itu yg aktif, tentu bisa dapet EM?
Mengenai banyak tidaknya, saya kurang tahu pasti.. Tapi yang pasti ada…
apakah beasiswa ini 100% free? dan apakah ketika kita belajar di negara tujuan kita tidak mengeluarkan biaya sedikitpun..
Biaya yang diperlukan adalah biaya awal saja… Misal mengirimkan dokumen (jika bentuk yang diterima masih hardcopy), atau biaya penerbangan pertama kali (karena beasiswa baru diberikan setelah sampai di Eropa, pada umumnya)
saya lulusan D3 ilmu gizi apakah D3 bisa mengikuti program ini? karena saya ingin melanjut dengan bidang studi master foof of life yg ada di erasmus mundus
seharusnya di deskripsi programnya (di websitenya) sudah cukup jelas syarat yang boleh mendaftar… jika bingung, lebih baik tanyakan langsung ke koordinator / sekretaris program tersebut…